07 Juni 2012

PROSES BROWNING PADA BAHAN PANGAN DAN PENCEGAHANNYA


Proses browning adalah proses kecoklatan pada buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Pada umumnya proses browning sering terjadi pada buah–buahan seperti pisang, pear, salak, pala, dan apel. Proses browning terbagi menjadi dua yaitu enzimatik dan non enzimatik....

Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan. Proses pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
Bahan pangan sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah 1996). Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1, nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase, polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase, catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic acid oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o-diphenol:oxygen oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2 oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan sensori pangan oleh masyarakat walaupun pencoklatan enzimatis tidak terlalu mempengaruhi rasa dari bahan pangan tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di antara komponen tersebut akan melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali kepada komponen fenolik sehingga mengurangi pencoklatan.
Pada umumnya ada tiga macam reaksi pencokelatan nonenzimatik yaitu karamelisasi, reaksi millard, dan pencokelatan akibat vitamin C. dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonaat, dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard dan proses pencokelatan. Karamelisasi terjadi pada suatu larutan sukrosa yang diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, begitu juga titik didihnya sehingga seluruh air akan menguap semua. Bila keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang melebur. Reaksi maillard berlangsung melalui beberapa tahap yaitu, suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari protein sehingga menghasilkanbasa Schiff. Perubahan terjadi menurut aksi Amodori sehingga menjadi amino ketosa. Dehidrasi dari hasil selanjutnya menghasilkan hasil antara metal α-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan redukstor-reduktor dan α-dikarboksil seperti metilglioksal, aseton, dan diasetil. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna cokelat yang disebut melanoidin.
  • Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
  • Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim mometiltransferase sebagai penginduksi.
  • Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
  • Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
  • Penambahan Sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat
  • Pemberian Asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menuru nkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
Jika dalam manisan : Caranya, setelah dikupas dan dipotong-potong, buah apel direndam dalam air panas (suhu 82 – 93 derajat Celcius) atau dikenai uap air panas selama 3 menit. Selanjutnya, direndam dalam larutan jeruk lemon/asam sitrat/vitamin C. Maksudnya, untuk menonaktifkan enzim penyebab pencoklatan itu. Adanya bahan pangan yang telah mengalami pengontrolan pencoklatan enzimatis dapat terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di kalangan industri maupun masyarakat.
REFERENSI LANJUTAN:
Cheng GW, Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and polyphenoloxidase activity of buffer extracts of peach and nectarine skin tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct. 120 (5):835-838.
Mardiah E. 1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel (Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.
Padmadisastra Y, Sidik, Ajizah S. 2003. Formulasi sediaan cair gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) sebagai minuman kesehatan. Bandung: Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Rahmawati F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah Apel merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Anonymous, http://worthington-biochem.com

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Anda ingin update blog ini via facebook hanya dengan meng-klik "like" pada facebook fan page ??? KILK DI SINI untuk mengetahui caranya