07 Juni 2012

Pengaruh pH Terhadap Mutu (Teknologi) Daging


Kondisi pH daging akan berpengaruh kepada struktur, pengembangan (swelling) dan daya larut protein. Kondisi protein ini akan berpengaruh terhadap daya ikat air (WHC) dan juiciness, daya emulsi, kemampuan membentuk gel, kekerasan, warna dan umur simpan....

Water-holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah satu dari beberapa sifat daging yang sangat penting untuk membentuk mutu teknologi daging. WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat diberikan tekanan dari luar (seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak dari sifat fisik daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging mentah, dipengaruhi oleh WHC daging. Pengaruh pH terhadap WHC dapat dilihat pada Gambar 1.
  
Gambar 1.  Pengaruh pH daging terhadap WHC
  • Titik isoelektrik protein adalah titik dimana jumlah ion bermuatan positif sama dengan muatan negative sehingga muatan total samadengan nol. Titik isoelektrik daging berlangsung pada pH sekitar 5.4 – 5.6.
  • Pada kondisi normal, pH daging setelah proses rigor mortis adalah sekitar 5.5, sehingga memiliki nilai WHC yang sangat minimal.
  • Jika pH daging ditingkatkan diatas 5.4 atau diturunkan dibawah 5.0, maka molekul yang bermuatan didalam daging akan saling tolak menolak sehingga ruang antar protein akan meningkat dan daya ikat air akan meningkat.
Penurunan pH menyebabkan denaturasi protein. Akibat denaturasi protein, maka terjadi penurunan kelarutan protein, daya ikat air hilang dan intensitas warna dari pigmen daging. Perubahan pH selama proses rigor mortis dan pengaruhnya terhadap mutu daging:
  • Pada fase pre-rigor:
    pH sekitar 7.0. Protein myofibril terdapat dalam bentuk tidak terdenaturasi, muatan negatif daging dominan –> ruang antar protein besar sehingga daya ikat air baik, protein tidak terdenaturasi sehingga dapat larut dengan baik didalam air garam dan fungsinya sebagai pengemulsi dan pembentuk gel optimal.
  • Pada fase rigor:
    pH > 5.8. Protein miofibrilar berkontraksi membentuk aktomiosin. Jarak antar sarkomer memendek, jumlah molekul bermuatan menurun, jarak antar protein mengecil sehingga daya ikat air terbatas. Pemberian tekanan pada kondisi ini seperti pemanasan atau penggilingan akan menyebabkan sarkomer pecah dan air keluar. Sebagian protein mengalami denaturasi sehingga kelarutan, kemampuan membentuk emulsi dan membentuk gel mulai menurun.
  • Pada fase post-rigor:
    pH < 5.8. Kontraksi dan penurunan pH menyebabkan pengerutan sarkomer (mengecil) dan denaturasi protein. Pada kondisi ini, air cenderung akan didorong keluar dari sarkomer. Air juga akan membawa protein sarkoplas-ma pembentuk citarasa. Sifat-sifat fungsional protein seperti kelarutan, kemampuan membentuk gel dan emulsi juga hilang. Jika dimasak, daging pada kondisi ini akan memiliki tekstur yang keras dan kering (juiciness rendah) dengan citarasa yang hambar.
Kecepatan penurunan pH daging dan nilai pH akhir (postmortem) akan menentukan kualitas daging. Kondisi normal yang diinginkan adalah proses penurunan pH berlangsung normal dan pH akhir sekitar 5.6 (Gambar 2, Tabel 1). Penyimpangan yang terjadi menyebabkan perubahan karakteristik mutu daging:
  • Pada hewan dengan tingkat stress yang tinggi, kondisi stress akan memicu penurunan pH yang cepat pada kondisi kandungan glikogen yang cukup menyebabkan pH akhir menjadi sangat rendah sehingga protein terdenaturasi dan dihasilkan daging PSE (pucat, lunak dan basah). Daging PSE akan menurunkan rendemen proses (cooking loss besar), daya ikat dan daya iris rendah.
  • Pada hewan yang kandungan glikogennya sudah sangat rendah pada awal pemotongan (karena stress, kelaparan atau lelah), hanya terjadi sedikit penurunan pH akhir daging. Daging dengan pH akhir yang tinggi akan berwarna gelap dengan daya ikat air yang baik. Tetapi, pH yang tinggi akan menyebabkan daging sangat mudah dirusak oleh mikroba sehingga umur simpan menjadi pendek.
Tabel 1. Perubahan pH


Gambar 2. Penurunan pH daging setelah penyembelihan

Pengaruh pH terhadap warna daging:
  • Perubahan pH menyebabkan sebagian protein terdenaturasi dan perubahan muatan protein. Perubahan muatan protein akan mengubah jarak antar serat-serat daging sehingga mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap dan memantulkan cahaya yang akan mempengaruhi penampakan (warna) daging secara visual. Perubahan warna daging karena pengaruh nilai pH akhir daging dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh pH akhir terhadap warna daging yang dihasilkan
  • Kecepatan penurunan pH daging dan nilai pH akhir post-rigor akan mempengaruhi warna daging. Penurunan pH secara cepat dan pH akhir yang rendah seperti pada kondisi PSE (Gambar 3) menyebabkan warna daging menjadi sangat pucat. Makin rendah pH maka warna daging akan semakin pucat. Warna pucat ini disebabkan oleh karena banyaknya air bebas yang berada diluar serabut daging. Kandungan air ekstraseluler yang tinggi ini menyebabkan kemampuannya untuk memantulkan cahaya akan meningkat dan penyerapan cahaya menurun sehingga intensitas warna akan menurun (warna terlihat pucat). Jika pH akhir tetap tinggi (seperti pada kondisi daging DFD), maka warna daging akan terlihat gelap. Kandungan air intraseluler yang tinggi menyebabkan kemampuan untuk memantulkan cahaya akan turun sementara kemampuan untuk menyerap warna akan meningkat sehingga warna akan terlihat lebih terang (gelap).
Pengaruh pH terhadap umur simpan:
  • Penurunan pH akan menyebabkan mikroba terseleksi sehingga keawetan akan meningkat.
Sumber : http://produkdaging.wordpress.com/2011/01/12/pengaruh-ph-terhadap-mutu-teknologi-daging/

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Anda ingin update blog ini via facebook hanya dengan meng-klik "like" pada facebook fan page ??? KILK DI SINI untuk mengetahui caranya