Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali mengeluarkan public warning.
hati-hati sama yang beginian |
Kepala BPOM Husniah Rubiana Thamrin
Akib mengatakan, penggunaan styrofoam sudah lama menjadi perhatian.
Sebab, monomer stiren yang terkandung dalam styrofoam dapat lepas ke
dalam makanan yang berlemak, berminyak, beralkohol, dan bersuhu panas.
Memang, papar Husniah, sejauh ini belum ada satu pun negara di dunia
yang melarang penggunaan styrofoam berdasar pertimbangan kesehatan.
Sebab, menurut JECFA, monomer stiren tidak mengakibatkan gangguan
kesehatan jika residu tidak melebihi 5.000 ppm. Karena itu, masyarakat
tetap diminta berhati-hati.
Umumnya, kemasan makanan styrofoam dapat dikenali dengan logo segi tiga
dan di tengahnya ada angka 6. Di bawah logo tersebut ada tulisan PS.
Husniah mengimbau masyarakat tidak memakai kemasan styrofoam dalam
microwave. ”Juga jangan gunakan styrofoam yang rusak atau berubah
bentuk untuk mewadahi makanan berminyak dan berlemak, terutama yang
panas,” jelasnya. Selain styrofoam, jelas Husniah, kemasan makanan
dari plastik yang paling berbahaya adalah PVC. Sebab, PVC dibuat dari
monomer vinil klorida (vinyl chloride monomer/VCM). Zat tersebut dapat
lepas dalam makanan yang berminyak, berlemak, dan mengandung alkohol,
juga kondisi panas. Apalagi, dalam pembuatan PVC kerap ditambahkan
stabilisator, seperti senyawa timbal (Pb), cadmium (Cd), dan timah
putih (Sn). Tujuannya, mencegah kerusakan PVC. Supaya PVC fleksibel,
kadang ditambahkan senyawa ester ftalat dan ester adipat.
Residu VCM terbukti dapat
mengakibatkan kanker hati. Senyawa Pb merupakan racun bagi ginjal dan
saraf. Sedangkan Cd dapat mengakibatkan kanker paru. Demikian juga
ester ftalat, dapat mengganggu sistem endokrin. ”Karena itu, agar
tidak menimbulkan gangguan kesehatan, masyarakat jangan memakai PVC
untuk makanan panas, berlemak, dan berminyak,” jelasnya. Kemasan
makanan tersebut biasanya dijumpai pada tutup kue tar transparan
berbentuk silinder yang dilengkapi alas berwarna hitam berbentuk
lingkaran. Selain PVC dan styrofoam, Husniah me-warning penggunaan kantong plastik atau kresek.
Mayoritas kantong plastik berwarna, terutama hitam, merupakan produk
daur ulang yang sering digunakan sebagai wadah makanan. Padahal, dalam
proses daur ulang itu kerap tidak diketahui riwayat penggunaan bahan
wadah tersebut. Bisa jadi, terang Husniah, bahannya adalah bekas wadah
pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia, limbah logam
berat. ”Dalam proses daur ulang itu juga sering ditambahkan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan,”
papar dia. Menurut dia, di antara seluruh jenis kemasan untuk makanan
tersebut, ada yang paling aman digunakan. Yakni, plastik PE dan PP.
Jenis plastik itu biasanya dipakai
untuk botol minuman, minyak goreng, kecap, sambal, air mineral, kantong
belanja (kresek), sedotan, maupun alat makan, seperti sendok, gelas,
dan piring. ”PP dan PE paling sering dipakai dan paling aman,”
ulasnya. Sementara itu, Direktur Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
BPOM Roland Hutapea menambahkan, perlu ada peraturan untuk persoalan
label produk makanan. Menurut dia, tiap produk makanan wajb diberi
label yang mencantumkan jenis kemasan. ”Apakah label itu jenis PVC, PE, PP, atau styrofoam. Termasuk kandungan bahan kimianya,” ujarnya. Persoalan tersebut, tutur dia, sejatinya sudah dibahas dalam pertemuan bersama Departemen Perdagangan. ”Sebab, peraturan itu penting bagi masyarakat,” ucapnya. Departemen Perdagangan harus memikirkan masalah tersebut. ”Sedangkan kami terus memonitor dari segi kesehatan,” tegasnya Referensi
Pesannya: Mesti berhati-hati ya
tentang hal ini ….. jangan sekadar mengejar murahnya kalau sudah begini.
Apalagi bisa berakibat, murah membawa sengsara ….. karena kesehatan itu
mahal!
0 komentar:
Posting Komentar